Warsanusantara.com – Di tengah persawahan Desa Sudimoro, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang terdapat tempat yang dipercaya sebagai Petilasan Damarwulan. Situs petilasan ini adalah satu dari sekian banyak jejak peninggalan era masa peradaban kuno. Situs itu berada di wilayah Megaluh, Jombang.
Cerita rakyat tentang sosok pria kekar nan rupawan bernama damarwulan, putra dari resi maudoro. Seorang pria yang dalam perjalanan hidupnya diceritakan menjadi seorang Ksatria Majapahit yang mampu menumbangkan raja blambangan minakjinggo.
Cerita turun temurun itu terus hidup di masyarakat Megaluh dan sekitarnya, bahkan petilasannya sekarang ramai dikunjungi para wisatawan dari berbagai daerah dengan tujuan yang beraneka ragam.
Ponijan, juru kunci situs Petilasan Damarwulan, bertutur berdasar cerita leluhur yang turun temurun lestari, sosok damarwulan adalah seorang ksatria yang konon dilahirkan di desa Mojogulung, yang kini dikenal sebagai Desa Karangmojo, Kecamatan Plandaan. Paluombo desa sudimoro ini awalnya adalah tempat bertapa ayahanda Damarwulan yang bernama Maha Resi Maudoro.
“Damarwulan itu lahir di Desa Mojogulung, yang kini menjadi Desa Karangmojo. Tempat ini dulunya adalah lokasi pertapaan ayahnya, Maha Resi Maudoro. Saat menginjak remaja damarwulan akhirnya juga tinggal disini digembleng ilmu ayahandanya,” ungkapnya.
Dikisahkan sebelum mandito, Resi Maudoro pernah menjadi patih di Kerajaan Majapahit, namun akhirnya memilih keluar dari kerajaan karena terlibat perseteruan dengan pejabat kerajaan lain. Ia kemudian menjalani pertapaan, hingga akhirnya membawa keluarganya, termasuk Damarwulan, pergi ke wilayah barat diluar kota raja.
“Setelah cukup usia, damarwulan diajak serta oleh ayahnya untuk tinggal di desa sini, yang kini menjadi petilasan. Di sini, dia juga dibimbing oleh Ki Paluombo, seorang petapa lain yang mengajarinya berbagai keterampilan,” tambah Ponijan.
Di bawah bimbingan Resi Paluombo, damarwulan mempelajari berbagai ilmu, mulai dari pertanian, ilmu agama, hingga ilmu kanuragan untuk menempanya menjadi ksatria pilih tanding. Salah satu lokasi yang diyakini sebagai tempat damarwulan mencari rumput untuk makan kudanya hingga kini masih bisa ditemukan di Dusun Paritan, yang terletak di sebelah barat situs petilasan tersebut.
Menurut Mbah Jan, sapaan akrab Ponijan, nama “Paritan” berasal dari kata “arit” atau “ngarit”, yang menunjukkan bahwa damarwulan sering mencari rumput untuk kudanya di lokasi tersebut.
Setelah cukup berilmu dan memiliki kesaktian, damarwulan diperbolehkan oleh Resi Paluombo untuk pergi ke Majapahit. Pada saat yang sama, Majapahit mengadakan sayembara yang diadakan oleh Ratu Kencana Wungu untuk mengatasi masalah yang ditimbulkan oleh Raja Blambangan, Minak Jinggo.
Dalam perjalanan cerita, Damarwulan menghadapi berbagai rintangan, termasuk dari anak buah Patih Logender, pamannya yang menjabat di Majapahit. Namun, Damarwulan akhirnya sukses mengalahkan Minak Jinggo ada sebagian cerita kemudia ia menjadi raja namun ada juga cerita damarwulan akhirnya menjadi panglima kerajaan.
Kini, situs yang diyakini sebagai peninggalan Damarwulan terletak di Desa Sudimoro, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang. Situs ini berada di tengah sawah dan terdiri dari dua kolam, dua pohon besar, dan sebuah pendapa yang dipercaya sebagai peninggalan Damarwulan.
Ponijan menjelaskan bahwa situs ini bukanlah makam, melainkan petilasan, karena pada masa itu agama Hindu yang dianut tidak mengenal pemakaman, melainkan pembakaran jasad yang kemudian diperabukan di candi.
Saat memasuki area situs, pengunjung akan melewati dua gapura besar berciri gapura majapahitan. Di dalamnya terdapat dua kolam dengan ukuran berbeda, dua pendapa dan dua petilasan yang terpisah. suasana di sekitar situs terasa sunyi dan aura mistis terasa kuat. Banyak sisa pembakaran dupa dibagian-bagian tertentu situs.

Meski telah mengalami perubahan akibat pemugaran, situs petilasan ini seolah menjadi penguat cerita rakyat yang hidup dimasyarakat sudimoro dan tempat ini telah mempu menjadi daya tarik wisatawan untuk datang berkunjung terutama para praktisi supranatural dan pegiat budaya dari berbagai daerah.
Sementara itu berdasar hasil penelitian BPCB menyebutkan, hingga saat ini tidak ada teks sejarah yang menyebutkan kisah hidup Raja Majapahit yang bernama Damarwulan.
Widodo, salah satu staf BPCB Mojokerto yang ikut dalam penelitian menyebutkan, keberadaan bukti sejarah berupa peninggalan Majapahit memang banyak ditemukan di lokasi. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikasi temuan di lapangan.
“Mulai dari struktur bata merah khas jaman Majapahit, keramik sampai patung terakota, ada memang di lokasi. Tapi kalau disebut sebagai peninggalan Majapahit masih membutuhkan penelitian lebih dalam,” jelasnya widodo.
Aris Sumarno ketua Kelompok kerja pemeliharaan BPCB menyebut status situs yang sempat dikeruk memang disebutnya sebagai objek yang patut diduga cagar cudaya. Meski demikian, sampai saat ini belum ada tahapan untuk situs tersebut menjadi salah satu objek cagar budaya.
“Memang belum jadi cagar budaya, masih memerlukan penelitian dan penetapan dari tim ahli, sehingga perlakuannya memang agak berbeda dengan yang sudah resmi jadi cagar budaya,” ucap Aris Sumarno.
Legenda damarwulan kemungkinan merupakan cerita rakyat biasa. “Tidak ada dalam catatan sejarah jejak raja Majapahit bernama damarwulan. kalau dia raja atau menjadi raja, harusnya ada dokumen dalam bentuk prasasti, dan hingga saat ini belum ditemukan bukti pendukungnya”. pungkasnya.(*)

