Jombang – kembali terjadi kasus perkosaan dengan pelaku lebih dari satu, terhadap seorang korban dibawah umur. Kasus perkosaan dengan tujuh pelaku yang baru-baru ini terjadi di kecamatan Kesamben masih menyisakan pekerjaan rumah bagi aparat kepolisian karena empat dari 7 pelakunya belum tertangkap dan masuk Daftar Pencarian orang (DPO) polres Jombang.
Dalam sepekan terjadi lagi, kali ini Tempat kejadian perkara di Wilayah Kepundoko, Kecamatan Tembelang.
Korban seorang gadis inisial AR, 15 pelajar asal Tembelang yang sehari-hari bekerja membantu di sebuah warung angkringan di pinggir Brantas ploso.
Korban digilir disebuah gubuk di areal persawahan setelah sebelumnya dicekoki miras oleh para pelakunya.
Pelaku berjumlah tiga orang masing-masing inisial KA, 38, KS, 24 dan JR, 22 ketiganya warga asal kecamatan Tembelang dan masih bertetangga.
Kini ketiga pelaku sudah ditangkap dan dijebloskan di tahanan Polres Jombang”. tegas Kasat Reskrim AKP Margono Suhendra melalui Kanit PPA Ipda Faris Patriadinata.
Aksi perkosaan yang dialami AR terjadi pada hari sabtu (5/4/2025) dini hari. Saat itu korban yang sehari-hari kerja sampingan pramusaji di angkringan yang dikelola pelaku KA, 38, angkringan yang berlokasi di tangkis Brantas dekat jembatan Ploso.
“KA adalah otak pelaku perkosaan, dia ini pengelola angkringan dan korban adalah karyawannya sendiri”, terang Ipda Faris.
singkat cerita malam saat kejadian, korban diminta menemani KA bersama dua rekannya KS, dan JR yang lagi pesta miras, korban disuruh menuangkan miras dan disodorkan kepada para pelaku secara bergantian. Setelah satu putaran korban menuangi gelas, pelaku KA kemudian memaksa korban juga ikut minum.
“korban diminta pelaku menuangi miras ke gelas secara bergiliran, korban juga akhirnya dicekoki miras oleh pelaku”, ungkapnya.
Dalam kondisi teler itulah korban dibawa oleh para pelaku kesebuah gubuk di areal persawahan di wilayah kecamatan Tembelang. Pelaku yang dalam pengaruh miras kemudian dengan kasar menggilir korban yang masih usia 15 tahun. “digubuk sawah itu korban diperkosa secara bergilir”, ujar faris
Korban berusaha berontak, namun para pelaku bergantian memegangi tangan dan kami juga mengancam akan membunuh korban jika tidak mau menuruti nafsu bejat pelaku.
Selesai melakukan perbuatannya, KA kemudian mengatar korban pulang kerumahnya. Melihat kondisi anaknnya yang pulang menjelang pagi hari dan masih dibawah pengaruh miras, serta mendapati ada bekas gigitan di sekujur leher, ayah korban kemudian mendesak agar korban bercerita tentang apa yang dialami.
Mendengar cerita anaknya, orang tua tidak terima dan melaporkan kejadian ke polres Jombang, selasa (8/4/2025)
Polisi tidak mau kecolongan kembali sebagaimana kasus kesamben, unit resmob bergerak dan menangkap tiga pelaku. semuanya berhasil diringkus dirumahnya masing-masing seminggu setelah pelaporan.
“Atas perbuatannya ketiga pelaku diancam hukuman minimal 5 tahun maksimal 15 tahun”, pungkasnya
Mohamad Sholahuddin selaku ketua Lembaga Perlindungan Perempuan dan Anak (LP2A) sekaligus Pengacara dan konsultan hukum di UPTD.PPA Jombang, mengutuk keras perbuatan para pelaku yang telah tega melakukan kekejian dan kebiadaban hingga membuat anak 15 tahun mengalami penderitaan batin, fisik dan seksual.
“kami sebagai lembaga yang concern isu para perlindungan perempuan dan anak, mengutuk keras perbuatan keji dan biadab para pelaku, apalagi korbannya masih anak dan pasti akan menimbulkan trauma berat bagi korban”. Ujar cak sholah begitu biasa ia dipanggil.
Menurutnya fenomena ‘gang rape’ atau perkosaan dengan pelaku berkelompok atau pelaku lebih dari satu yang beberapa kali terjadi di Jombang patut menjadi atensi serius bagi semua pihak, baik itu Pemerintah, aparat penegak hukum maupun masyarakat.
Kasus ‘gang rape’, merupakan kejahatan yang mengerikan dan bisa memicu perencanaan lebih keji karena dukungan dari sesama pelaku, maka tidak jarang korban dalam beberapa kasus dihilangkan nyawanya seperti beberapa waktu lalu menimpa korban siswi SLTA Sumobito yang ditemukan meninggal di kanal sungai Brantas wilayah Pacarpeluk megaluh.
Lebih lanjut Sholahudin menjelaskan bahwa Korban menjadi sangat tidak berdaya dalam kasus-kasus seperti ini, disamping pengaruh miras juga intimidasi banyak orang yang menjadi pelaku dengan peran saling berganti, sehingga trauma psikologis yang dialami korban semakin berat.
Pemerintah melalui aparat penegak perda harus melakukan mitigasi kerawanan, belajar dari banyaknya kasus kekerasan seksual sebagai wujud upaya pencegahan.
“Orang tua juga memegang peranan penting untuk menjaga lingkungan pergaulan anak, tanamkan keberanian kepada anak untuk dapat menolak atau berkata ‘tidak’ terhadap setiap ajakan yang bias menimbulkan bahaya bagi dirinya”, ungkap sholahuddin.
Penegakan hukum harus dilakukan dengan tegas, untuk memberikan efek jera dan efek takut pada potensial pelaku-pelaku lain”. pungkasnya. (jeje)