Warsanusantara.com – Dalam moment Wisuda Pascasarjana kampus UGM Minggu, 27/4/2025 ada perempuan muda yang mencuri perhatian. pasalnya ia adalah wisudawan tercepat dan termuda program Doktoral UGM prodi Studi Kimia Fakultas MIPA.
Namanya Dr. Dewi Agustiningsih, ia hanya butuh waktu 2 tahun 6 bulan 13 hari untuk menyelesaikan studi Doktoralnya sehingga dinobatkan sebagai Mahasiswa Tercepat sekaligus Termuda karena baru berusia 26 tahun.
Sebagai perbandingan rata-rata, masa studi program doktor UGM berlangsung sekitar 4 tahun, tapi Dewi bisa menyelesaikan hanya dalam waktu 2 tahun 6 bulan. Dan rata-rata usia wisudawan Program Doktor yang diwisuda bersamanya adalah 42 tahun.
Dewi bukan anak orang kaya, ia lahir dari Keluarga Sederhana, anak bungsu dari tiga bersaudara yang lahir di Desa Tukangkayu, Kabupaten Banyuwangi, propinsi Jawa Timur. Ayahnya, Suyanto, bekerja sebagai sopir lepas dengan pendidikan terakhir SMP, sementara ibunya, Surahmah, hanya menamatkan pendidikan hingga SD yang bekerja sebagai asisten rumah tangga.
Dewi menyadari bahwa pendidikan adalah kunci untuk merubah kehidupannya dan membanggakan orang tuanya. Semangat itulah yang terus menggelora dalam jiwanya hingga akhirnya mimpi-mimpi yang dulu banyak dicibir tetangganya bisa ia wujudkan dengan sempurna walaupun dengan beribu rintangan.
Salah satu momen penting yang diakui, melecut semangatnya adalah ketika banyak tetangganya di kampung mencibir langkahnya, banyak yang meragukan karena faktor ekonomi keluarganya.
“Saya masih ingat bagaimana ayah dan ibu menangis mendengar perkataan itu. Mereka merasa tidak bisa memberikan banyak untuk pendidikan saya. Namun, justru saat itulah saya bertekad untuk membuktikan bahwa kondisi ekonomi tidak akan menghalangi saya untuk sukses,” kenang Dewi.
Dewi akhirnya bisa membuktikan bahwa ekonomi keluarga serba kekuarangan tidak menghalangi kesuksesannya mewujudkan mimpi. Selama kuliah dewi selalu mendapatkan Beasiswa dari jenjang sarjana sampai doctoral sehingga biaya yang dibutuhkan hanya untuk kehidupan sehari-hari selama kuliah.
Dalam kenangannya dulu selama kuliah sarjana S-1 ia mendapatkan kiriman uang dari orang tuaya Rp. 600.000 dan itu ia gunakan dengan sangat hati-hati untuk memenuhi kebutuhan selama indekos. Saat S-2 dan S-3 Dewi sudah mandiri dari penghasilannya sebagai Dosen.
“Motivasi saya sederhana, saya ingin membuktikan bahwa latar belakang ekonomi bukanlah penghalang untuk meraih impian,” ucap Dewi.
Pencapaian perempuan kelahiran 27 Agustus 1998 itu patut menjadi motivasi dan inspirasi bagi siapapun untuk meraih mimpi kesuksesan.
Dilansir dari Sindo News, Minggu 27/4/2025. Dewi duduk diantara 1.455 mahasiswa pascasarjana Universitas Gadjah Mada ( UGM ) yang diwisuda pada Rabu (23/4/2025) lalu. Diantara para wisudawan itu hanya ada 92 wisudawan program doktor.
Sebelum wisuda Doktor, Dewi sudah terlebih dahulu diangkat menjadi dosen di Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung (ITB). Ia lulus S-1 Kimia UGM tahun 2020, kemudian melanjutkan dan menyelesaikan pendidikan magister serta doktoralnya di UGM pada 2022 dan 2025.
Dalam studi doktoralnya, Dewi fokus pada sintesis dan pengembangan material katalis berbahan dasar anorganik, khususnya untuk mendukung reaksi organik seperti reaksi cross-coupling.
Penelitiannya melibatkan modifikasi material berbasis silika dan titania menggunakan senyawa organosilan serta logam transisi, dengan tujuan meningkatkan aktivitas dan stabilitas katalis tersebut dalam sistem heterogen.
“Penelitian ini bertujuan menghasilkan material yang dapat dimanfaatkan untuk sintesis berbagai senyawa penting, dengan metode yang lebih efisien dan ramah lingkungan,” katanya.
Sebagai dosen, Dewi berkomitmen terus melanjutkan penelitian sebagai bagian dari penerapan tri dharma perguruan tinggi. Ia berencana mengembangkan material katalis yang tidak hanya memiliki aktivitas tinggi, tetapi juga stabil dalam berbagai kondisi reaksi.
Selain itu, ia berkeinginan membangun kolaborasi lintas bidang, seperti antara kimia material dengan teknik lingkungan atau farmasi, guna memperluas penerapan hasil penelitiannya.

“Saya juga ingin menjadi inspirasi bagi mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari latar belakang sederhana seperti saya, bahwa tidak ada mimpi yang terlalu tinggi selama kita memiliki tekad dan semangat belajar yang kuat,” tutup Dewi. (*)